Nilai-nilai yang terkandung dalam tiap sila yang terkandung dalam
Pancasila merupakan cerminan secara keseluruhan tentang Indonesia. Pancasila
merupakan dasar tolak dalam pembuatan hukum serta cerminan masyarakatnya.
Pancasila sebagai dasar kerohanian negara Repubkik Indonesia
bersumber dari unsur-unsur dalam Pembukaan UUD 1945 pada kalimat “...dengan
berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusaian yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”.Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai
sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau jelasnya
sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan
sekaligus kerangka arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya’. Yang menyandangnya itu di antaranya: (1)
pengembangan ilmu pengetahuan, (2) pengembangan hukum, (3) supremasi hukum
dalam perspektif pengembangan HAM, (4) pengembangan sosial politik, (5)
pengembangan ekonomi, (6) pengembangan kebudayaan bangsa, (7) pembangunan
pertahanan, dan (8) sejarah perjuangan bangsa Indonesia sebagai titik tolak
memahami asal mula Pancasila.
Asal mula
Pancasila secara materiil merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah
perjuangan bangsan Indonesia, yaitu berupa nilai-nilai yang terkandung di dalam
Pancasila; secara formil merupakan bagiat tak terpisahkan dari sejarah
pergerakan nasional yang berpuncak pada proklamasi kemerdekaan, yaitu berupa
proses perumusan dan pengesahannya sebagai dasar filsafat NKRI. Secara materil,
nilai-nilai Pancasila bermula dari tradisi hidup berdampingan (antar yang
berbeda agama), toleransi umat beragama, persamaan haluan politik yang anti
penjajahan untuk mencita-citakan kemerdekaan, gerakan nasinalisme, dan
sebagainya. Yang kesemuanya telah hidup dalam adat, kebiasaan, kebudayaan dan
agama-agama bangsa Indonesia. Secara formil,
perumusan Pancasila disiapkan oleh BPUPKI dan disahkan oleh PPKI (18 Agustus
1945). Adapun asal mula Pancasila sebagai dasar filsafat negara dibedakan:1.
Causa
materialis, yaitu berasal
dari dan terdaat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sebelum proklamasi
kemerdekaan;
2.
Causa formalis
dan finalis, yaitu terdapat
dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sekitar proklamasi kemerdekaan;
3.
Causa efisien, yaitu terdapat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia setelah
prokklamasi kemerdekaan.
Degan memasuki
kawasan filsafat hukum, ilmu pengetahuan yang diletakkan di atas Pancasila
sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah penerapannya yaitu pada
aspek ontologis, epistemologis dan aksiologisnya. Pada ontologisnya,
berarti hakikat ilmu pengetahuan merupakan aktifitas manusia Indonesia yang tidak
mengenal titik-henti dalam upaya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan
kenyataan yang utuh dalam dimensinya sebagai masyarakat, sebagai proses, dan
sebagai produk. Sebagai masyarakat berarti mewujud dalam academic community;
sebagai proses berarti mewujud dalam scientific activity; dan sebagai
produk berarti mewujudkan dalam scientific product beserta apilikasinya. Pada
epistemologinya, berarti Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandungnya
dijadikan metode berpikir (dijadikan dasar dan arat berpikir) dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan, yang parameternya adalah nilai-nilali yang
terkandung dalam Pancasila. Pada aksiologinya,
berarti abhwa dengan menggunakan epistemologi tersebut, kemanfaatan dan efek
pengembangan ilmu pnegetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan ideal
Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilali Pancasila. Dengan
ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya
terdapat pengatiran tiga kelompok materi muatan konstitusi:1.
Adanya
perlindungan terhadap HAM;
2.
Adnaya sesunan
ketatanegaraan negara yang mendasar;
3.
Adanya
pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.
Dalam kaitannya
dengan Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum, hukum (baik yang
tertulis maupun tidak) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh
bertentangan dengan sila-sila yang terdapat dalam Pancasila.Dengan demikian,
substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran
sila-sila yang terkandung dalma Pancasila.
Pancasila sebagai
paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa pancasila bersifat
sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan
menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat
dilihat secara berurutan-terbalik:1.
Penerapan dan
pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Mementingkan
kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
3.
Melaksanakan
keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan persatuan;
4.
Dalam
pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan
beradab;
5.
Tidak dapat
tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatua, dan kemanusiaa
tersebut bersumber pada nilali Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pancasila sebagai
paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada sila ke-4; sementara
pengembangan ekonomi lebih mengacu kepada pembangunan sistem ekonomi Indonesia.Dalam ekonomi kerakyatan, politik/ kebajikan ekonomi harus untuk
sebesar-besar kemakmuran/ kesejahteraan rakyat, yang harus mampu mewujudkan
perkonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat
(tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi
besar/ konglomerat). Politik ekonomi kerakyatan yang lebih memberikan
kesempatan, dukungan dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperrasi,
usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi
nasional. Oleh sebab tiu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dnegan ini ialah koperasi. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma
pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu
diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat,
di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu
secara berimbang (Sila Kedua). Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/
perhubungan/ penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini
dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan
kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia.Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi
kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka acuan bersama, bagi
kebudayaan-kebudayaan di daerah:(1)
Sila Pertama,
manunjukkan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti
setempat di Indonesia yang tidak mengeal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
(2)
Sila Kedua,
merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia
tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya.
(3)
Sila Ketiga, mencerminkan
nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyrakat majemuk di kepulauan
nusantara untuk mempersatukan diri sebagia satu bangsa yang berdaulat.
(4)
Sila Keempat,
mencerminkan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat
majemuk Indonesisa untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah.
(5)
Sila Kelima,
betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan
semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutr serta melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
Paradigma- baru TNI dalam rangka menjadikan Pancasila (sila-sila
Pancasila) sebagai paradigma pembangunan pertahanan adalah berupa:1.
Tindakan TNI
senantiasa:
a.
Melaksanakan
tugas negara dalam rangka pemberdayaan kelembagaan fungsional;
b.
Atas
kesepakatan bangsa;
c.
Besama-sama
komponen strategis bangsa lainnya;
d.
Sebagai bagian
dari sistem nasional;
e.
Melalui
pengaturan konstitusional.
2.
Pada akhirnya
merupakan pemberdayaan bangsa.
Esensi implikasi paradigma-baru itu – secara internal TNI – berupa:a.
Tanggalkan
kegiatan sosial politik;
b.
Bertugas pokok
pada pertahanan negara terhadap ancaman dari luar negeri;
c.
Keamanan dalam
negeri merupakan fungsi Polri;
d.
Melakukan
penguatan dan penajaman pada konsistensi doktrin gabungan (keseimbangan
AD-AL-AU).
Paradigma lama TNI (ABRI) berupa:
1.
Pendekatan
keamanan paa masalah kebangsaan;
2.
Posisi ABRI
dekat dengan pusat kekuasaan;
3.
ABRI sebagia penjuru bagi penyelesaian segenap
masalah kebangsaan;
4.
ABRI dapat
mengambil inisiatif bagi penyelesaian masalah kebangsaan;
5.
ABRI berperan
dalam sistem politik nasional;
6.
Bermitra tetap
dalam politik.
Pancasila sebagai
dasar kerohanian negara Repubkik Indonesia bersumber dari unsur-unsur dalam
Pembukaan UUD 1945 pada kalimat “...dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha
Esa, kemanusaian yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Berdasarkan
unsur-unsur tersebut, menurut ilmu hukum tata negara bahwa pembukaan UUD 1945
pada hakikatnya telah memenuhi syarat sebagai kaidah negara yang fundamental (staatsfundamentalnorm). Pengertian menurut
sejarah terbentuk Pembukaan UUD 1945 ditentukan oleh pembentuk negara dan pada
hakikatnya terpisah dengan batang tubuh UUD 1945. Dalam hal pembentuk negara, dapat dipahami hal-hal sebagai
berikut:Panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang secara
representatif merupakan wakil-wakil bangsa Indonesia yang berjuang menegakkan
kemerdekaan dan mendirikan negara republik Indonesia. Hal ini berarti pada saat
PPKI menetapkan Pembukaan UUD 1945 mempunyai kualitas dan kedudukan sebagai
pembentuk negara. Oleh karena itu, lebaga tersebut melakukan tugas atas ada
kuasa dan bersama-sama dengan rakyat untuk membentuk dan menetapkan berdirinya
negara Indonesia beserta pembukaan UUD 1945 sehingga berakhir adanya kualitas
pembentuk negara dan rakyat Indonesia secara keseluruhan merupakan unsur
negara.
Pokok kaidah negara yang fundamental tersebut menurut ilmu hukum
mempunyai hakikat dan kedudukan hukum yang tetap, terletak pada kelangsungan
hidup negara sehingga berkedudukan tertib hukum tertinggi maka secara hukum
tidak dapat diubah. Sebab, pembukaan UUD 1945 sama halnya dnegan membubarkan
negara republik Indonesia. Kalau UUD 1945 dan Pancasila yang dihubungkan dengan hukum yang
berlaku bagi bangsa Indonesia, dapat disebut bahwa Pancasila adalah cita hukum
(Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar
negara, baik hukum dasar yang tertulis maupun hukum dasar yang tidak
tertulis. Cita hukum adalah terjemahan dari rechtsidee: berbeda dari
terjemahan yang digunakan dalam penjelasan UUD 1945. Menurut Zainuddin Ali, Rechtsidee
sebaiknya diterjemahkan dengan cita hukum dan bukan cita-cita hukum,
mengingat cita ialah gagasan, rasa, cipta, pikiran; lain halnya cita-cita yang
artinya adalah keinginan, kehendak, harapan yang selalu ada dalam pikiran dan
dalam hati.Selain itu, cita hukum (rechtsidee) perlu dibedakan dari
pemahaman atau konsep mengenai hukum (rechtsbegrif). Cita hukum ada
dalam cita, sedangkan pemahaman atau konsep mengenai hukum merupakan kenyataan
dalam kehidupan yang berkaitan dengan nilai yang diinginkan oleh bangsa
Indonesia yang bertujuan mengabdi kepada nilai yang dicapainya, sehingga dalam
pemahaman tentang hukum terhampar, bahwa hukum adalah kenyataan yang bertujuan
mencapai nilai-nilai hukum, mencapai cita hukum. Singkatnya, pemahaman mengenai
hukum bertujuan mencapai cita hukum yang ada pada gagasan, rasa, cipta, dan
pikiran rakyat Indonesia ke dalam kenyataan sosial. [1]Rudolf Stammler (1856-1939), seorang ahli filsafat hukum yang
beraliran neo-Kantian, berpendapat bahwa cita hukum ialah konstruksi pikir yang
merupakan keharusan untuk mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan
oleh masyarakat. Cita hukum berfungsi sebagai bintang pemandu (leitsterm)
kepada tercapainya cita-cita masyaarakat. Meskipun merupaka titik akhir yang
tidak mungkin untuk dicapai, namun cita hukum memberi manfaat karena ia
mengandung dua sisi, yaitu cita hukum bangsa Indonesia dapat menguji hukum
positif yang berlaku, dan kepada cita hukum dapat mengarahkan hukum positif
sebagai usaha dengan sanksi pemaksa menuju sesuatu yang adil. Oleh karena itu,
menurut Stammler, keadilan adalah usaha atau tidakan mengarahkan hukum positif
kepada cita hukum, sehingga hukum yang adil (rechtsges recht)ialah hukum
positif yamg memiliki sifat yang diarahkan oleh cita hukum untuk mencapai
tujuan masyarkat.Pandangan Stammler di atas, hampir sejalan dnegan pendapat Gustav
Radrucg, seorang ahli dilsafat hukum yang beraliran neo-Kantian juga, tetapi ia
bermazhab Jerman Barat Daya, menegaskan bahwa cita hukum tidak hanya berfungsi
sebagai tolak ukur yang bersifat regulatif, yaitu menguji apakah suatu hukum
positif adil atau tidak, melainkan juga seklaigus berfungsi sebagai dasar yang
bersifat konstitusi, yaitu menentukan bahwa tanpa cita hukum, hukum akan
kehilangan maknanya sebagai hukum. Oleh karena itu, alur pemikiran Gustav
Radbruch adalah pemikir yang menjembatani dualisme, yaitu das sein dan das
sollen malalui konstruksi yang mencakup kebudayaan (kultur).Kalau penjelasan UUD 1945 menggariskan bahwa pokok-pokok pikiran
yang terkandung dalam pembukaan mewujudkan cita hukum dan pokok-pokok pikiran
dalam pembukaan itu adalah persatuan dalam mewujudkan keadilan sosial atau
disingkat persatuan. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, kerakyatan dan
permusyawaratan perwakilan, dan ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam ermusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Pancasila yang terdapat dalam pembukaan adalah Pancasila
yang berwujud dalam hukum, dalam norma hukum dan tentunya dalam hal ini
pembukaan dari hukum dasar yang bersumber dari UUD 1945.Uraian di atas, menunjukkan bahwa hubungan antara Pancasila yang
berwujud dalam cita hukum dan Pancasila yang berwujud dalam norma hukum
tertinggi “...sebagaimana yang telah dibicarakan, cita hukum selain memunyai
fungsi konstitutif yang menentukan dasar suatu tata hukum, yang tanpa itu suatu
tata hukum kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum, juga mempunyai fungsi
regulatif yang menentukan apakah suatu hukum positif adil atau tidak adil.
Demikian juga, dalam hal Pancasila merupakan cita hukum, sehingga nilai-nilai
yang terdapat dalam Pancasila mempunyai fungsi konstitutif yang menentukan
apakah tata hukum Indonesia merupakan tata hukum yang benar, dan disamping itu
mempnyai fungsi regulatif yang menentukan apakah hukum positif yang berlaku di
Indonesia merupakan hukum yang adil atau tidak.Kedudukan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi, dalam hal ini
sebagai sebagai pokok-pokok pikiran pembukaan hukum dasar, yang menciptakan
pasal-pasal hukum dasar dimaksud, menentukan isi dan bentuk lapisan hukum yang
lebih rendah. Sebab, di dalam tata susunan norma hukum yang rendah dengan norma
hukum yang lebih tinggi, maka penentuan Pancasila sebagai norma hukum yang
menggariskan pokok-pokok pikiran pembukaan hukum dasar merupakan jaminan
mengenai adanyakeserasian dan tidak adanya pertentangan antara Pancasila
sebagai norma hukum yang terdapat dalam hukum dasar dan norma hukum yang lebih rendah.
Ketidakserasian dan pertentangan antara satu norma hukum dengan norma hukum
yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya tidak sah dan tidak legal hukum yang
lebih rendah, sehingga tidak dapat berlaku dalam masyarakat.Dengan demikian maka menurut UUD 1945, dalam tata hukum yang
berlaku kepada bangsa Indonesia adalah Pancasila berada dalam dua kedudukan,
sebagai cita hukum di satu pihak dan pihak lainnya Pancasila berada dalam tata
hukum Indonesia, tetapi berada diluar sistem norma hukum. Kedudukan Pancasila
dimaksud, berfungsi secara konstitutif dan secara regulatif terhadap
norma-norma yang ada dalam sistem norma hukum. Selanjutnya, sebagai norma yang
tertinggi dalam sistem norma hukum Indonesia, yang berasal dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD
1945. Pancasila merupakan norma dasar (grundnorm), yang menurut Nawiasky
bagi suatu negara sebagiknya disebut norma fundamental negara (staats fundamentalnorm), yang
menciptakan semua norma yang lebih rendah dalam sistem norma hukum dimaksud
serta menentukan berlaku atau tidaknya norma-norma yang ada di bawahnya. K.
Pancasila Sebagai Sumber Dari
Segala Sumber Hukum RI
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 yang menerimaa baik memorandum
DPR-GR mengenai sumber tertib hukum Republik Indonesia dan tata urutan
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, menegaskan bahwa Pancasila
adalah sumber dari segala sumber hukum Republik Indonesia.Dalam memorandum DPR-GR yang merupakan lampiran TAP MPRS No.
XX/MPRS/1966, dijelaskan bahwa sumber tertib hukum suatu negara biasanya
disebut sumber dari segala sumber hukum. Hal yang dimaksud, tidak lain adalah
sember tertib hukum suatu negara. apabila dinyatakan bahwa Pancasila adalah
sumber dari segala sumber hukum berarti Pancasila adalah sumber tertib hukum
negara Republik Indonesia.Tertib hukum menurut para hali hukum, yaitu suatu kesatuan hukum
objektif, yang keluar tidak tergantung kepada tertib hukum yang lain, dan ke
dalam menetukan semua pembentukan hukum dalam kesatuan tertib hukum dimaksud.
Rumusan ini amat penting dalam menentukan ada atau tidak adanya kesatuan
yuridis dalam suatu tertib hukum. Oleh karena itu, pengertian sumber hukum (rechtsquelle)
dapat beraneka ragam, yaitu tergantung dari jenis hukum yang dimaksud, hukum
tidak tertuliskah atau hukum tertulis.Jika sumber hkum tidak tertulis dimaksud, di antaranya adat,
petunjuk lisan, petuah adat dan kebiasaan, sedangkan bagi hukum tertulis sumber
hukum ialah dasar-dasar bagi berlakunya hukum tertulis tersebut, baik berupa
norma maupun berupa aturan yang lebih tinggi hierarkinya dari jenis hukum
tertulis yang dimaksud, sebagaimana halnya dasar-dasar kepada suatu jenis
peraturan perundang-undangan. Lain halnya, jika dkatakan Pancasila adalah
sumber bagi hukum tidak tertulis dan sumber bagi hukum tertulis dalam kehidupan
hukum bangsa Indonesia. Seingkat kata, rumusan itu sama dengan rumusan yang
menyatakan bahwa Pancasila menguasai seluruh hukum yang berlaku bagi bangsa
Indonesia, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.Selain itu, mengenai sumber hukum, memungkinkan adanya perbedaan
pendapat dari ahli hukum berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Di
antaranya:1.
Ahli sejarah
berpendapat bahwa sumber hukum itu ialah undang-undang serta sistem hukum
tertulis yang pernah ada dalam kehidupan sejarah, termasuk dokmen, surat, dan
keterangan lainnya.
2.
Ahli filsafat
berpendapat bahwa sumber hukum adalah hal-hal yang dapat dipakai sebagai dasar
bagi terwujudnya keadilan.
3.
Ahli sosiologi
dan antropologi budaya berpendapat bahwa sumber hkum itu adalah apa yang dapat
dalam kehidupan ekonomi.
4.
Ahli agama
mengatakan bahwa sumber hukum adalah kitab suci dan perjalanan hidup Nabi dan
Rasul serta para sahabat dan pendapat pemimpin agama yang bersumber dari kitab
suci dan perilaku Nabi dan Rasul yang dianutnya.
5.
Ahli hukum
berpendapat bahwa hukum bersumber dari hukum materiil dan formil. Namun, ada
juga ahli hukum yang berpendapat bahwa sumber hukum formil ini yang terpenting
karena hukum dapat terus berlaku meski isnya berganti-ganti dan dirasakan tidak
adil.
Dari beberapa pendapat tersebut, maka diketahui bahwa rumusan yang
menyebutkan Pancasila adalah sumber dri segala sumber hukum berarti sumber
hukum terbatas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di
negara Republik Indonesian. Oleh karena itu, tidak perlu menafsirkannya lebih
luas dari itu.
BAB IIIKESIMPULAN Pancasila merupakan dasar landasan konstitusi di Negara Indonesia.
Oleh sebab itu segala hukum tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.Adapun Pancasila sebagai paradigma adalah sebagai berikut:1.
Pancasila
sebagai paradigma pengembangan ilmu pengetahuan
2.
Pancasila
sebagai paradigma pengembangan sosial politik
3.
Pancasila
sebagia paradigma pengembangan ekonomi
4.
Pancasila
sebagai paradigma pembangunan kebudayaan bangsa
5.
Pancasila
sebagai paradigma pertahanan
UUD 1945 dan Pancasila yang dihubungkan dengan hukum yang berlaku
bagi bangsa Indonesia, dapat disebut bahwa Pancasila adalah cita hukum (Rechtsidee)
yang menguasai hukum dasar negara, baik
hukum dasar yang tertulis maupun hukum dasar yang tidak tertulis.Dalam memorandum DPR-GR yang merupakan lampiran TAP MPRS No.
XX/MPRS/1966, dijelaskan bahwa sumber tertib hukum suatu negara biasanya
disebut sumber dari segala sumber hukum. Hal yang dimaksud, tidak lain adalah
sember tertib hukum suatu negara. apabila dinyatakan bahwa Pancasila adalah
sumber dari segala sumber hukum berarti Pancasila adalah sumber tertib hukum
negara Republik Indonesia. Kami menyadari
di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekeliruan dan kesalahan, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah
ini dan keelokan ilmu yang kita dapat dari makalah ini. Dan akhirnya kami
mengucapkan terima kasih atas segal sumbangsih yang telah diberikan.
[1] A. Hamid S.
At-tamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Jakarta: Disertasi Doktor Pasca
Sarjana Univ. Indonesia, 1990, hal. 67
A.
Latar
BelakangB.
Asal Mula
Pancasila Sebagai Dasar Filsafat NegaraD.
Pancasila
Sebagai Paradigma Pengembangan HukumF.
Pancasila
Sebagia Paradigma Pengembangan EkonomiG. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kebudayaan BangsaH.
Pancasila
Sebagai Paradigma PertahananI.
Pancasila
Sebagai Dasar Kerohanian NKRIJ.
Pancasila
Sebagai Cita HukumA.
KesimpulanB.
Kritik Dan
Saran
0 Response to "Pancasila sebagai dasar kerohanian negara Repubkik Indonesia"
Post a Comment