PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UU NO. 22 TAHUN 1999
Di Era Reformasi
maka ada perubahan UUD 1945 yang mengatur tentang Pemerintah Daerah. Di dalam
UUD 1945 baik sebelum perubahan maupun setelah perubahan namanya Pemerintah
Daerah.
Setiap peraturan perundang-undangan
selalu ditinjau ulang. Begitu juga dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Di awal reformasi tepatnya pada Tahun
1999 Undnag-Undang tersebut ditinjau ulang. Di dalam konsideran Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 antara lain disebutkan: Bahwa efisiensi dan efektivitas
penelenggaraan Pemerintah Daerah[1]
perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar
susunan Pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah, potensi dan keanekaragaman daerah,
peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang
seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelenggarakan Pemerintahan Negara dan bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan
ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan.[2]
Dalam wadah NKRI terdapat
provinsi-provinsi yang merupakan daerah-daerah bagiannya, dan tiap-tiap daerah
provinsi terdapat pula kabupaten-kabupaten dan kota yang merupakan
daerah-daerah bagian dari provinsi-provinsi tersebut. Adanya konsep daerah ini
terkait erat dengan kekecewaan umum terhadap penerapak ketentuan UU No. 22/1999
yang menganggap pola hubungan antar pemerintahan pusat[3]
dan provinsi serta kabupaten atau kota di seluruh Indonesia sebagai hubungan
yang tidak hierarki, melainkan bersifat horizontal. Ekses-ekses ang timbul
sebagai akibat ketentuan UU No. 22/1999 yang demikian itu, menyebabkan
banyaknya bupati dan wali kota yang seolah-olah tidak mau tunduk dibawah
koordinasi gubernur selaku kepala pemerintah daerah Povinsi.[4]
Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah mulai berlaku bersamaan dengan
pengesahan dan pengundangan di Lembaran Negara Republik Indonesia pada tanggal
15 Oktober 2004. Dalam Undang-Undang ini, dikatakan bahwa undang-undang
sebelumnya dtidak berlaku lagi[5].
Materi yang diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah lebih baik
dibanding materi yang daitur di dalam Undnag-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah. Adapun terobosan-terobosan pengaturan
Pemerintah Daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah sebagai
berikut:
a.
Tidak lagi menyebut DPRD sebagai bagian dari Pemerintah Daerah tetapi
menempatkan DPRD sebagai badan Legislatif daerah
b.
Pemilihan Kepala Daerah tidak lagi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, tetapi
DPRD diberi kewenangan untuk memilih Kepala Daerah yang sesuai aspirasi
masyarakat di daerah. Pemerintah Pusat tinggal mengesahkan.
c.
DPRD berwenang meminta pertanggung jawaban Kepala Daerah
d.
DPRD dapat mengusulkan pemecatan Kepala Daerah kepada Presiden apabila terbukti
telah melakukan penyimpangan dalam tugas dan kewenangan sebagai Kepala Daerah
e.
Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah
Propinsi, Dareah Kabupaten dan Daerah Kota yang berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dan masing-masing daerah tersebut berdiri sendiri dan tidak
mempunyai hubungan hirarki satu sama lain.
Melalui UU No. 22 Tahun 1999,
prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam
undang-undang ini adalah sebagai berikut:
1.
Penyelenggaraan otonomi daerah[6]
dilaksanakan dengan memerhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta
potensi dan keanekaragaman daerah.
2.
Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan kepada otonomi luas, nyata
dan bertanggung jawab.
3.
Pelaksanaan otonomi daerah yng luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten dan kota, sedangkan otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang
terbatas.
4.
Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara
sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta
antara daerah.
5.
Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian
daerah otonomi[7],
dan karenanya dalma daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi wilayah
administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh
pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan
perumahan, kawasan industri, perkebunan, pertambangan, kehutanan, perkotaan
baru, pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan derah otonomi.
6.
Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan
fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, ungsi pengawas
maupun ungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
7.
Pelaksanaan asas dekonsesntrasi[8]
diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi
untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintah.
8.
Pelaksaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari
pemerintahan kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa
yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta SDM dengan
kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggungjawabkan kepada yang
menugaskannya.
Dari
prinsip-prinsip ini tampak bahwa sendi-sendi otonomi telah terpenuhi.
Sendi-sendi yang dimaksud adalah[9]:
1.
Pembagian kekuasaan
2.
Pembagian pendapatan
3.
kemandirian administrasi pemerintah daerah
Kewenangan
daerah diatur dalma pasal 7 UU No. 22/1999:
1.
Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan,
kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain.[10]
2.
kewenangan bidang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kebijajkan
tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara
makro, dan perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga
perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,
pemberdayaan sumber alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan
standarisasi.[11]
Dan
masih ada kewenangan-kewenangan lain yang menyangkut dengan kewenangan
pemerintah daerah.[12]
Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam daerah Provinsi, Daerah
Kabupaten, dan Daerah Kota yang bersifat otonom. Dan daerah Provinsi
berkedudukan juga sebagai Wilayah Administrasi[13].[14]
PEMERINTAHAN
DAERAH MENURUT UU NO. 32 TAHUN 2004
Di dalam UU No. 32 Tahun 2004
ditegaskan bahwa pemerintah daerah[15]
dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah
dan dengan pemerintah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang,
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya
lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan
sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan wewenang,
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnyamenimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan
pemerintahan.[16]
Dalam rangka penyelenggaraan
hubungan kewenangan antara pemerintah dan daerah, UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 10
menegaskan, pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya[17],
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan
pemerintah. Dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah meliputi: (a) politik luar
negeri; (b) pertahanan; (c) keamanan; (d) yustisi; (e) moneter dan fiskal
nasionl; dan (f) agama.[18]
Dalam menyelenggaraan urusan pemerintahan
tersebut di atas, pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian
urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil pemerintah di daerah
atau dapat menugaskan kepada pemerintahandaerah dan/atau pemerintahan desa.
Undang-Undang
No. 32/2004 sebagai penyempurnaan UU No.22/1999 juga menganut open end
arrangement atau gengeral competence. Dalam Undang-Undang ini yang
menjadi kewenangan pemerintah pusat adalah[19]:
a.
Politik luar negerai;
b.
Pertahanan;
c.
Keamanan;
d.
Yustisi;
e.
Moneter dan fiskal nasional;
f.
Agama.
Sedangkan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Provinsi dan kabupaten/kota adlaah
urusan-urusan pemerintahan diluar yang ditentukan untuk pemerintah pusat yang
mencakup[20]
:
a.
Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b.
Perencanaan, pengawasan, dan pemanfaatan tata ruang;
c.
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d.
Penyediaan sarana dan prasarana umum;
e.
Penanganan bidang kesehatan;
f.
Penyelenggaraan bidang pendidikan dan alokasi sumber daya manusia
potensial;
g.
Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h.
Pelayanan bidang ketanakerjaan lintas kabupaten/kota;
i.
Fasilitasi pengembangan komperasi, usaha kecil, dan menengah;
j.
Pengendalian lingkungan hidup;
k.
Pelayanan pertanahan;
l.
Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
m.
Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n.
Pelayanan administrasi penanaman modal;
o.
Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;
p.
Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Pembagian urusan pemerintahan
tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan
pemerintahan yang sepenuhnya/ tetap menjadi kewenangan pemerintah. Urusan
pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan
negara secara keseluruhan.[21]
PERBEDAAN UU NO22/1999 DENGAN UU NO. 32/2004
NO
|
DIMENSI PERBANDINGAN
|
UU 22/1999
|
UU 32/2004
|
1
|
Dasar Filosofi
|
Keanekaragaman dalam kesatuan
|
Keanekaragaman dalam kesatuan
|
2
|
Pembagian satuan pemerintahan
|
Pendekatan besaran dan isi otonomi (size and content), ada daerah besar
dan daerah kecil yang masing-masing mandiri, ada daerah dengan isi otonomi
terbatas dan ada yang otonominya luas
|
Pendekatan besaran dan isi otonomi (size and content approach), dengan
menekankan pada pembagian urusan yang berkeseimbangan asas eksternalitas,
akuntabilitas dan efisiensi
|
3
|
Fungsi utama Pemerintah Daerah
|
Pemberi pelayanan masyarakat
|
Pemberi Pelayanan masyarakat
|
4
|
Penggunaan asas penyelenggaraan Pemerintahan Dearah
|
Desentralisasi terbatas pada Daerah Propinsi, dan luas pada Daerah K/K,
Dekonsentrasi terbatas pada K/K dan luas pada Propinsi,
Tugas Pembantuan yang berimbang pada semua tingkatan pemerintahan.
|
Desentralisasi diatur berkeseimbangan antara Daerah Propinsi, K/K,
Dekonsentrasi terbatas pada K/K dan luas pada Propinsi,
Tugas Pembantuan yang berimbang pada semua tingkatan pemerintahan.
|
5
|
Pola Otonomi
|
A-Simetris
|
A-Simetris
|
6
|
Model Organisasi Pemerintah Daerah
|
Local Democratic Model
|
Perpaduan antara Local Democratic Model dengan Structural Efficiency
Model
|
7
|
Urusan Pemerintah Daerah
|
Kepala Daerah dan Perangkat Daerah
|
Kepala Daerah dan Perangkat Daerah
|
8
|
Mekanisme Transfer Kewenangan
|
Pengaturan dilakukan dengan pengakuan kewenangan, isi kewenangan
pemerintah pusat dan propinsi sebagai daerah otonom terbatas, sedang isi
kewenangan daerah kabupaten/kota luas (general competence principles)
|
Tidak menggunakan pendekatan kewenangan melainkan pendekatan urusan, yang
di dalamnya terkandung adanya aktivitas, hak, wewenang, kewajiban dan
tanggung jawab.
(general competence principles)
|
9
|
Unsur Pemda yang memegang peranan dominan
|
Badan Legislatuf Daerah (Legislative Heavy)
|
Menggunakan prinsip check and balances antara Pemda dengan DPRD
|
10
|
Pola pemberian dana/ anggaran
|
Uang mengikuti fungsi (money follow function)
|
Uang mengikuti fungsi (money follow function)
|
11
|
Sistem kepegawaian
|
Sistem terpisah (Separated System)
|
Mic\xed System, dengan memadukan antara Integrated System dengan
Separated System
|
12
|
Sistem Pertanggungjawaban Pemerintahan
|
Ke samping kepada DPRD
|
Kepada konstituen :
- Pusat
laporan
-DPRD
keterangan
- Rakyat
informasi
|
13
|
Sistem Pengelolaan Keuangan Antar asas pemerintahan
|
Dikelola secara terpisah untuk masing-masing asas
|
Dikelola secara terpisah untuk masing-masing asas
|
14
|
Kedudukan Kecamatan
|
Sebagai lingkungan kerja perangkat Daerah
|
Sebagai lingkungan kerja perangkat Daerah
|
15
|
Kedudukan Kecamatan
|
Sebagai Lingkungan Kerja Perangkat Daerah
|
Sebagai Lingkungan Kerja Perangkat Daerah
|
16
|
Kedudukan Desa
|
Relatif Mandiri
|
Relatif Mandiri
|
17
|
Pertanggungjawaban Kepala Desa
|
Kepada Rakyat Melalui BPD
|
Tidak diatur secara khusus dalam UU, diatur dalam Perda bersdasarkan PP
|
UU No.
22 Tahun 1999
|
UU
No.32 Tahun 2004
|
1. DPRD
berkedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah daerah.
2. Pemerintah
daera terdiri daari gurbernur, bupati/
walikota, dan perangkat daerah yang lain.
3. Desentralisasi
merupakan titik berat otonomi daerah.
4. Otonomi
luas, nyata, dan bertanggung jawab.
5. Titik
berat adalah kabupaten/kota.
6. Substansinya
telah mengatur tentang pemerintah daerah/desa.
7. DPRD
berkedudukan sebagai lembaga legislatif daerah.
8. Pemilihan
kepala daerah melalui perwakilan (DPRD)
|
1. DPRD
berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah.
2. Pemerintahan
daerah terdiri dari pemerintah propinsi, dan DPRD propinsi.
3. Pemerintah
kabupaten/kota terdiri dari pemerintah dan DPRD kab/kota.
4. Desentralisasi
dilaksanakan bersamaan dengan tugas pembantuan.
5. Otonomi
luas, nyata, dan bertanggung jawab.
6. Titik
berat otonomi kepada kabupaten/kota
7. Mengatur
peerintahan desa (ada pengakuan tentang otomi daerah)
8. DPRD
bberkedudukan sebagai unsyr penyelenggaraan pemerintah dan mitra pemerintah
daerah.
9. Pilkada
secara langsung oleh rakyat.
|
Istilah
|
UU No.22/1999
|
UU No.32/2004
|
Pemerintah Pusat
|
Perangkat NKRI yang terdiri dari presiden beserta para menteri menurut
asas desentralisasi
|
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945
|
Desentralisasi
|
Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom
dalam kerangka NKRI
|
Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI
|
Dekonsentrasi
|
Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil
pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah
|
Pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai
wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal wilayah tertentu
|
Tugas pembantuan
|
Penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa, dari daerah ke desa
untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, dan
prasarana serta SDM dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan
|
Penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah
provinsi kepada kabupatean/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupatean/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu
|
Otonomi daerah
|
Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
|
Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
|
Daerah otonom
|
Keaatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu,
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam NKRI
|
Keaatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintaha dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam NKRI
|
Wilayah admininstrasi
|
Wilayah kerja Gubernur selaku wakil pemerintah
|
|
Kelurahan
|
Wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten dan/atau daerah
kota di bawah kecamatan
|
|
Pemerintah daerah
|
Kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan
eksekutif daerah
|
Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemda
|
Pemerintahan daerah
|
Penyelenggaraan Pemda otonom oleh Pemda dan DPRD dan/ atau daerah kota di
bawah kecamatan
|
Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem prinsip NKRI
|
Desa
|
Kesatuan wilayah masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur
menurut asas desentralisasi
|
Kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
by: Adlul Alghofiqi
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddqi, Jimly, Pengntar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta:
Rajawali Pers, 2013.
Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta:
Rajagaraindo Persada, 2010
Kansil, C.S.T dan Christine S.T. Kansil, Pemerintahan Daerah di
Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, cet. ke-3.
Nurcholis, Hanif, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi
Daerah, Jakarta: PT. Grasindo, 2007, cet. ke-2.
Tamrin, Abu dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999.
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004.
[1] “Pemerintah
Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah
Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.” Pasal
1 huruf b UU No.22/1999.
[2] Abu
Tamrin dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara hal. 161.
[3] “Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
perangkat
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari
Presiden beserta
para Menteri.” UU
No. 22/1999.
[4]
Jimly Asshiddqi, pengntar Ilmu Hukum Tata Negara, hal. 290.
[5] pasal 239
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dijelaskan: Dengan diberlakukanna
Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan
Daerah tidak berlaku.
[6] Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk
mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
[7] Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan
masyarakat
hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang
mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri
[8] Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah
kepada
Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan atau perangkat
pusat di Daerah.
[9]
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, hal. 342.
[10] Pasal 7 ayat
(1) UU No. 22/1999.
[11] Pasal
7 ayat (2) UU No. 22/1999.
[12]
Lihat UU No. 22/1999 pasal 7 s.d. pasal 13.
[13] Wilayah Administrasi adalah wilayah kerja Gubernur
selaku wakil
Pemerintah.
[14] C.S.T. Kansil
dan Christine S.T. Kansil, Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Jakarta:
PT. Sinar Grafika), 2008, cet.ke-3, hal. 81.
[15] Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau
Walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pasal 1 angka
[16]
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, hal. 344.
[17] Lihat pasal 10
UU No.32/2004
[18] Hanif
Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta:
PT. Grasindo), 2005, cet.ke-2, hal.160.
[19] Hanif
Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta:
PT. Grasindo), 2005, cet.ke-2, hal.157.
[20] Hanif
Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta:
PT. Grasindo), 2005, cet.ke-2, hal.157.
[21]
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, hal. 346.
[22]
http://rusdiaan.blogspot.com/2007/12/otonomi-daerah-dengan-uu-221999-dan-uu.html
0 Response to "Makalah Pemerintahan Daerah Menurut UU NO. 22 TAHUN 1999"
Post a Comment