Materi Muatan dan Asas-asas Peraturan Perundang-Undangan | Tugas Kuliah

Materi Muatan dan Asas-asas Peraturan Perundang-Undangan

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas karunia dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu tugas mata kuliah Ilmu Perundang-Undangan.
Tujuan pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi tugas, salah satu nya untuk membahas masalah-masalah tentang Materi Muatan dan Asas-asas Peraturan Perundang-Undangan.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Ilmu Perundang-Undangan, Pak Ismail Hasan, yang telah membimbing kami dengan tulus ikhlas sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin ya robbal alamin.




Jakarta,        September  2014



                                                                                          Penyusun







DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang............................................................................        1
  2. Rumusan Masalah ......................................................................        1
  3. Tujuan Masalah...........................................................................        1

BAB II PEMBAHASAN
  1. Materi Muatan Undang-Undang dan Peraturan Perundang-Undangan                 Lainya                 3
1.      Materi Muatan Undang-Undang (sebelum perubahan)...        3
2.      Materi Muatan Perundang-Undangan Lainnya                                       (sebelum Perubahan )         ....................................................................................... 7
3.      Materi Muatan Perundang-Undangan Lainnya                                         (sebelum Perubahan )       ....................................................................................... 9
  1. Asas-Asas Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik   12

BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan  ................................................................................        17
  2. Kritik & Saran.............................................................................        17

DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latarbelakang
            Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3) secara tegas dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Ketentuan ini merupakan pernyataan betapa hukum akan sangat menentukan dalam pelaksanaan kenegaraan. Selain itu ketentuan ini juga mengandung pengertian segala sesuatu di negeri ini senantiasa meski berdasarkan hukum. Walaupun tidak serta merta dapat dikatakan semua hal mesti diatur dengan hukum sebab pada kenyataannya masih ada beberapa norma yang secara nyata hidup dan berkembang di masyarakat berdampingan dengan hukum (norma kesopanan, kesusilaan, dll)
            Pada saat ini dapat dipastikan sangat banyak peraturan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini, mulai yang dibuat pada masa Hindia Belanda hingga masa reformasi sekarang ini. Perbedaan waktu pembuatan yang sangat panjang itu tentu saja membuka kemungkinan keberagaman peraturan perundang-undangan.
B. Rumusan Masalah
            Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah:
1. Materi muatan Undang-Undang (sebelum Perubahan UUD 1945).
2. Materi muatan peraturan perundang-undangan lainnya (sebelum Perubahan UUD 1945).
3. Materi muatan peraturan perundang-undangan (sesudah Perubahan UUD 1945).
4. Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
C. Tujuan Makalah
            Dengan memahami dengan baik masalah-masalah yang berhubungan dengan materi muatan dan asas-asas peraturan perundang-undangan, dapat diharapkan akan terlaksananya pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dan sesuai dengan sifat dan hakikatnya, serta sesuai pula dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.


















           
           

BAB II
PEMBAHASAN

A. MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA.
1.      MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG  (sebelum perubahan UUD 1945)
Istilah muatan Undang-undang ini pertama kali diperkenalkan oleh A. Hamid Attamimi, dalam Majalah hukum dan pembangunan No. 3 Tahun ke-IX, Mei 1979, sebagai terjemahan dari ‘het eigenaardig onderwerp der wet’.[1]
A. Hamid Attamimi berpendapat bahwa materi muatan Undang-Undang Indonesia merupakan hal yang penting untuk kita teliti dan kita cari, oleh karena pembentukan Undang-Undang suatu Negara bergantung pada cita Negara dan teori bernegara yang dianutnya, pada kedaulatan dan pembagian kekuasaan dalam negaranya pada sistem pemerintahan negara yang diselenggarakannya.
Apabila dilihat pada tata susunan (hierarki) dari peraturan perundang-undangan di Indonesia, maka hal tersebut bukan hanya ditetapkan semata-mata, akan tetapi hal itu lebih dikarenakan peraturan perundang-undangan di Indonesia selain dibentuk oleh lembaga yang berbeda juga masing-masing mempunyai fungsi dan sekaligus materi muatan yang berbeda sesuai dengan jenjangnya, sehingga tata susunan, fungsi dan materi muatan perundang-undangan itu selalu membentuk hubungan fungsional anatara peraturan yang satu dengan yang lainnya.[2]
Sebagai mana telah diketahui bahwa dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak ditetapkan hal-hal apa saja yang menjadi materi muatan dari undang-undang, akan tetapi di dalamnya ada petunjuk-petunjuk yang dapat dipakai untuk mencari dan menemukannya. Untuk menemukan materi  muatan Undang-Undang, dapat digunakan tiga pedoman, yaitu:


1.      Dari ketentuan batang tubuh UUD 1945
Apabila dilihat dalam batang tubuh UUD 45 maka dapat ditemukan 18 masalah yang harus diatur, ditetapkan, atau dilaksanakna berdasarkan Undang-Undang. Dari kedelapan belas pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
a.       Kelompok hak-hak (asasi) Manusia: Pasal 12, Pasal 23 (2), Pasal 23 (3), Pasal 26 (1), Pasal 26 (2), Pasal 28, Pasal 30 (2), Pasal 31 (1).
b.      Kelompok pembagian kekuasaan Negara: Pasal 2 (1), Pasal 19 (1), Pasal 24 (1), Pasal 24 (2), dan Pasal 25.
c.       Kelompok penetapan organisasi dan alat kelengkapan Negara: Pasal 16 (1), Pasal 18, Pasal 23 (1), Pasal 23 (4), dan Pasal 23 (5).
       Dari pengelompokan ketentuan dalam batang tubuh UUD 1945 tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa pengaturan tentang hal-hal yang mengenai hak-hak mengenai asas manusia, pembagian kekuasaan Negara, dan penetapan organisasi dan alat kelengkapan negara (dalam hal ini lembaga tertinggi dan tinggi negara), ditetapkan dengan Undang-Undang.[3]
2.      Berdasarkan wawasan Negara berdasar atas hukum
Dalam penjelasan UUD 1945 ditentukan bahwa Negara Indonesia ialah Negara yang  berdasarkan atas hukum. Wawasan Negara yang berdasarkan atas hukum ini mengandung beberapa konsekuensi di bidang perundang-undangan, oleh karena itu menyangkut masalah pembagian kekuasaan Negara dan perlindungan hak-hak manusia.
Wawasan negara berdasar atas hukum ini dimulai dengan terbentuknya Polizeistaat sampai pada perkembangan yang terakhir sebagai Rechtsstaat material atau sosial, dimana perkembangan tersebut secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:
1.    Polizeistaat
Polizeistaat ini terbentuk sebagai reaksi dari adanya kekuasaan negara yang absolut (monarki absolut), yang menguasai seluruh perikehidupan manusia. Dalam amsa polizeistaa salah satu cirinya adalah bahwa undang-undang itu dibentuk dengan tujuan mengatur untuk semua rakyat, tetapi pengaturannya tidak oleh rakyat sendiri melainkan oleh negara.
2.    Rechtsstaat sembit/liberal
Dalam negara berdasar atas hukum yang sempit/liberal ini negara mempunyai fungsi untuk menjaga ketertiban dan ketenangan masyarakat, sehingga negara hanya bertindak apabila ada gangguan terhadap ketertiban dan ketenangan masyarakat. Ciri-ciri dari negara berdasar atas hukum yang sempit/liberal ini adalah mulai terlihat adanya pengaturan dalam undang-undang yang bercirikan:
a.       Perlindungan hak-hak asasi manusia.
b.      Prinsip pemisahan/pembagian kekuasaan.

3.    Rechtsstaat formal
Dalam negara berdasar atas hukum formil ini, negara sudah mulai melaksanakan pengaturan untuk kepentingan masyarakat dan tidak dapat lagi melaksanakan/menyelenggarakan segala kebutuhannya sendiri, tetapi untuk hal-hal tertentu telah disarankan perlunya campur tangan pemerintah atau negara sesuai yang ditentukan dalam undang-undang.
Ciri-ciri dari reechtsstaat formal ini ditandai dengan adanya:
-          Prinsip perlindungan hak-hak asasi manusia.
-          Prinsip pemisahan/pembagian kekuasaan.
-          Prinsip pemerintahan berdasar undang-undang.
-          Prinsip adanya peradilan administrasi.
Dengan adanya prinsip pemerintahan berdasar undang-undang dan adanya peradilan administrasi, diharapkan bahwa hal-hal yang diperlukan oleh masyarakat dapat diselenggarakan oleh negara atau penguasa dan sekaligus menghindari adanya tindakan-tindakan penguasaan negara yang sewenang-wenang atau tidak berdasarkan ketentuan undang-undang.
4.    Rechtsstaat material/sosial.
Rechtsstaat material/sosial yang sering juga disebut dengan weelfare state atau verzorgingstaat atau negara bedasar atas hukum modern. Dalam negara berdasar atas hukum yang modern ini penguasaan terhadap pemerintahan negara itu selain dengan undang-undang dapat juga dilakukan dengan peraturan yang berada dibawah undang-undang. .
Dalam negara berdasar atas hukum materil ini negara berkewajiban menyelenggarakan kesejahteraan rakyat, sehingga campur tangan pemerintah dalam mengurusi kepentingan ekonomi rakyat, kepentingan politik dan sosial, kepentinagn budaya dan lingkungan hidupnya serta masalah-masalah lainnya tidak dapat dielakkan, oleh karena negara bertugas mengurusi rakyat, dan disamping itu undang-undang diharapkan memberikan pengarahan kepada pemerintah dalam hal perlindungan hak-hak asasi warga negara.
Ciri-ciri dari rechtsstaat material/sosial ini ditandai dengan adanya:
-          Prinsip perlindungan hak-hak asasi manusia.
-          Prinsip pemisahan/pembagian kekuasaan.
-          Prinsip pemerintahan berdasar undang-undang.
-          Prinsip peradilan administrasi.
-          Prinsip pemerintahan yang menciptakan kemakmuran rakyat.
Berdasar uraian tadi dapat diambil kesimpulan bahwa Negara Republik Indonesia adalah termasuk dalam negara berdasar atas hukum material/sosial, hal ini dapat ditemukan dalam pembukaan UUD 1945 alenia keempat.
3.      Berdasarkan wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi
Berdasarkan wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi merupakan pasangan adanya wawasan negara berdasar atas hukum. Dalam wawasan pemerintahan berdasarkan sitem konstitusi ini, kewenangan pemerintah beserta segala tindakannya dalam menjalankan tugas-tugasnya dibatasi oleh adanya konstitusi (hukum dasar) negara tersebut. Oleh karena Negara Republik Indonesia menganut adanya wawasan pemerintahan berdasar sitem konstitusi, maka kekuasaan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia terikat oleh UUD dan Hukum Dasar, sedangkan kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan peradilannya terikat oleh undang-undang dan hukum negara.
Penjelasan UUD 1945 menentukan pelimpahan kewenangan kepada undang-undang untuk mengatur hal-hal yang merupakan pengaturan lebih lanjut dari Undang-Undang Dasar, dan pembentukan undang-undang itu memerlukan persetujuan DPR. Selain itu, Presiden mempunyai kewenangan membentuk peraturan pemerintah bagi pelaksanaan lebih lanjut dari undang-undang, serta adanya kewenangan Presiden untuk membentuk peraturan lainnya dalam menjalankan pemerintahan, sehingga sebenarnya seluruh peraturan yang ada di Indonesia ini dapat dikelompukkan menjadi dua bagian:
a.       Peraturan perundang-undangan yang memerlukan persetujuan DPR, yaitu undang-undang.
b.      Peraturan perundang-undangan yang tidak memerlukan persetujuan DPR, yaitu keputusan Presiden, dimana peraturan perundang-undangan disini merupakan peraturan yang sifatnya delegasian atau atribusian dari undang-undang.
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditemukan adanya 9 butir materi muatan dari undang-undang Indonesia, yaitu hal-hal:
a.       Yang tegas-tegas diperintahkan oleh UUD dan TAP MPR
b.      Yang mengatur lebih lanjut ketentuan UUD,
c.       Yang mengatur hak-hak (asasi) manusia.
d.      Yang mengatur hak dan kewajiban warga negara.
e.       Yang mengatur pembagian kekuasaan negara.
f.       Yang mengatur organisasi pokok, lembaga-lembaga tertinggi/tinggi negara.
g.      Yang mengatur pembagian wilayah/daerah negara.
h.      Yang mengatur siapa warga negara dan cara memperoleh/kehilangan kewarganegaraan.
i.        Yang dinyatakan suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan adanya sembilan butir materi muatan undang-undang tersebut, yang merupakan pena-pena penguji, maka untuk menetapkan pengaturan suatu masalah haruslah diuji terlebih dahulu dengan sembilan butir materi muatan tersebut. Apabila masalah yang akan diatur itu sesuai dengan butir-butir materi muatan tersebut, maka masalah tersebut harus diatur dalam bentuk undang-undang, dan sebaliknya.[4]
2.      MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA (sebelum perubahan UUD 1945)
1.      Materi muatan peraturan pemerintah pengganti undang-undang
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang merupakan peraturan yang setingkat dengan undang-undang yang dibuat dengan kegentingan yang memaksa, dibentuk oleh presiden, dan mempunyai fungsi yang sama dengan undang-undang.
Oleh karena peraturan pemerintah pengganti undang-undang adalah peraturan pemerintah yang setingkat dengan undang-undang, maka materi muatannya adalah sama dengan materi muatan dari undang-undang.
2.      Materi muatan peraturan pemerintah
Peraturan pemerintah adalah peraturan yang dibentuk sebagai peraturan yang menjalankan undang-undang, atau peraturan yang dibentuk agar ketentuan dalam undang-undang dapat berjalan. Peraturan pemerintah ini dibentuk oleh presiden, dan berfungsi menyelenggarakan ketentuan dalam undang-undang baik secara tegas maupun secara tidak tegas menyebutnya. Oleh karena itu materi muatan peraturan pemerintah adalah keselurahan materi muatan undang-undang yang dilimpahkan kepadanya, atau dengan perkataan lain materi muatan peraturan pemerintah adalah sama dengan materi muatan undang-undang sebatas yang dilimpahkan kepadanya.
3.      Materi muatan keputusan presiden
Keputusan presiden adalah peraturan yang dibentuk oleh presiden sebagai penyelenggara fungsi pemerintahan sesuai dengan Pasal 4 (1) UUD 1945, dimana fungsi disini merupakan atribusi dari UUD 1945, sedangkan fungsi dari keputusan presiden lainnya adalah menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut dari peraturan pemerintah baik secara tegas-tegas pemerintahannya atau yang tidak secara tegas-tegas, dimana fungsi di sini merupakan deligasi dari peraturan pemerintah.
Berdasarkan kedua fungsi tersebut, maka materi muatan dari suatu keputusan presiden tersebut merupakan materi muatan sisa dari materi muatan Undang-Undang dan peraturan pemerintah, yaitu materi yang bersifat atribusian, serta materi muatan yang merupakan delegasian dari undang-undang dan peraturan pemerintah. Dalam hal luas dan batas lingkupnya, maka kewenangan yang bersifat atribusi yaitu dalam membentuk keputusan presiden yang mandiri, merupakan kewenangan yang sangat luas dibandingkan dengan kewenangan yang berasal dari delegasi undang-undang atau peraturan pemerintahannya.
4.      Materi muatan peraturan di bawah keputusan presiden
Materi muatan peraturan perundang-undangan lainnya merupakan materi muatan yang bersifat atribusian maupun delegasian dari materi muatan undang-undang, atau keputusan presiden, oleh karena peraturan perundang-undangan lainnya merupakan peraturan pelaksanaan undang-undang dan keputusan presiden.[5]
3.      MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (sesudah Perubahan UUD 1945)
Setelah perubahan UUD 1945, pendapat mengenai materi muatan undang-undang dan peraturan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang dikemukakan oleh A. Hamid S. Attamimi tersebut secara resmi diakui. Pengakuan tersebut dituangkan dalam rumusan pasal-pasal undang-undang No. 10/2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Pasasl 22 A UUD 1945 perubahan, dan Pasal 6 Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.
Dengan berlakunya UUD 1945 perubahan, cara mencari dan menemukan materi muatan undang-undang tetap dapat dilaksanakan melalui ketiga cara yang diajukan oleh A. Hamid S. Attamimi, yaitu melalui:

     I.              Ketentuan batang tubuh UUD 1945.
Berbeda dengan pendapat A. Hamid H. Attamimi yang mengelompokkan ke 18 materi muatan yang dinyatakan secara tegas oleh UUD 1945 (sebelum perubahan) kedalam 3 kelompok masalah yang mempunyai kesamaan, ssat ini ke 43 hal yang dinyatakan secara tegas oleh UUD 1945 perubahan tersebut dapat dibagi kedalam 3 kelompok yang memiliki kesamaan, dan 3 kelompok lainnya, walaupun pembagiann tersebut tidak dapat dibedakan secara tegas, karena adanya hubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Pembagian tersebut sebagai berikut:
a.       Kelompok lembaga negara: Pasal 2 ayat 1, pasal 6 ayat 2, pasal 6A ayat 5, pasal 19 ayat  2, pasal 20A ayat 4, pasal 22B, pasal 22C ayat 4, pasal 22D ayat 4, pasal 23G ayat 2, pasal 24 ayat 3, pasal 24A ayat 5, pasal 24B ayat 4, pasal 24C ayat 6, dan pasal 25.
b.      Kelompok penetapan organisai dan alat kelengkapan negara: pasal 16, pasal 17 ayat 4, pasal 18 ayat 1, pasal 18 ayat 7, pasal 18A ayat 1, pasal 23D, pasal 23 ayat 4, pasal 23 ayat 5.
c.       Kelompok hak-hak (asasi) manusia: pasal 12, pasal 15, pasal 18A ayat 2, pasal 18B ayat 1, pasal 18B ayat 2, pasal 22E ayat 6, pasal 23 ayat 1, pasal 23A, pasal 23B, pasal 23D, pasal 23E ayat 3, pasal 26 ayat 1, pasal 26 ayat2, pasal 28, pasal 28I ayat 5, pasal 30 ayat 5, pasal 31 ayat 1, pasal 33 ayat 5, dan pasal 34 ayat 4.
d.      Kelompok pengaturan wilayah negara: Pasal 25A.
e.       Kelompok pengaturan atribut negara: pasal 36C.
f.       Kelompok lain-lain: pasal 11 ayat 3, pasal 22A.

  II.               Berdasarkan Wawasan Negara Berdasar Atas Hukum (Rechtsstaat)
Dalam pasal 1 ayat 3  UUD 1945 Perubahan, ditentukan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat). Wawasan negara yang berdasarkan atas hukum ini memilik beberapa konsekuensi di bidang perundang-undangan, oleh karena hal itu menyangkut masalah pembagian kekuasaan negara dan perlindungan hak-hak (asasi) manusia.
III.               Berdasarkan Wawasan Pemeritahan Berdasarkan Sistem Konsitusi
Wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi  ini merupakan pasangan adanya wawasan negara berdasarkan sistem kostitusi ini, kewenangan pemerintah beserta segala tindaknya dalam menjalankan tugas-tugasnya dibatasi oleh adanya konstitusi (Hukum Dasar) negara tersebut.
Oleh karena Negara Republik Indonesia menganut adanya wawasan pemerintahan berdasar  sistem konstitusi, maka kekuasaan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia terikat oleh Undang-Undang Dasar dan Hukum Dasar, sedangkan kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan peradilannya terikat oleh Undang-Undang dan hukum negara.
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan hal mengenai materi muatan undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya dirumuskan dalam pasal-pasalnya. Perumusan materi mauatan Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan lainnya tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Materi Muatan Undang-Undang
Materi muatan Undang-Undang secara rinci dirumuskan dalam pasal 8 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 sebagai berikut:
a.       Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang meliputi:
1)      Hak-hak asasi manusia;
2)      Hak dan kewajiban warga negara;
3)      Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian negara dan pembagian daerah;
4)      Wilayah negara dan pembagian daerah;
5)      Kewarganegaraan dan kependudukan;
6)      Keuangan negara,
b.      Diperintahkan oleh Undang-Undang untuk diatur dengan  Undang-Undang.

2.      Materi Muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
Dalam penjelasan pasal 22 UUD 1945 dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) adalah peraturan yang setingkat dengan Undang-Undang, sehingga dalam pasal 9 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 ditetapkan materi muatan PERPU adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.
3.      Materi Muatan Peraturan Pemerintah
Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah seluruh materi muatan Undang-Undang tetapi sebatas yang dilimpahkan, artinya sebatas yang perlu dijalankan atau diselenggarakan lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah.
Pasal 10 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 pasal 9 menetapkan bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Dalam penjelasan pasal 10 dirumuskan, bahwa yang dimaksud dengan sebagaimana mestinya adalah materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan.
4.      Materi Muatan Peraturan Presiden
Seperti pendapat A. Hamid S. Attamimi, setelah mengetahui dan menemukan apa yang menjadi materi muatan Undang-Undang dan materi muatan Peraturan Pemerintah, maka dapat diketahui materi muatan sisanya, yaitu materi muatan dari Keputusan Presiden (sekarang Peraturan Presiden), baik yang bersifat delegasi maupun atribusi.
Dalam pasal 11 Undang-Undang No.10 Tahun 2004 ditetapkan bahwa “materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.”
5.      Materi Muatan Peraturan Daerah
Dalam pasal 12 UU No. 10 Tahun 2004 menetapkan bahwa materi muatan Peraturan Daerah, adalah seluruh materi muatan dalam rangka menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
6.      Materi Muatan Peraturan Desa
Dalam pasal 13 UUD No. 10 Tahun 2004 ditetapkan bahwa materi muatan Peraturan Desa atau yang setingkat, adalah seluruh materi muatan dalam rangka menyelenggarakan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Menurut penjelasan pasalnya, yang dimaksud dengan “yang setingkat” adalah nama lain dari pemerintahan tingkat desa.[6]

B. ASAS ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan adalah suatu pedoman atau suatu rambu-rambu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Dalam bidang hukum yang menyangkut pembentukan peraturan.         
Selanjutnya dalam Bab II tentang Asas Peraturan Perundang-undangan berisi Pasal 5, 6, dan 7 UU No. 12 Tahun 2011, ditentukan pula bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-Undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Asas- asas yang dimaksud itu meliputi:


1. Kejelasan tujuan
            Yang dimaksud dengan “kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.[7]
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
            Yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang.[8] Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.[9]
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
            Asas “kesesuaian antara jenis dan materi muatan” adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundangan-undangan harus benar-benar memerhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya.[10]
4. Dapat dilaksanakan
            Asas “dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
            Asas “kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
6. Kejelasan rumusan
            Asas “kejelasan rumusan” yaitu  bahwa setiap peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan interpretasi dalam pelaksanaannya.
7. Keterbukaan
            Asas “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk seluas-luasnya memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan.
Selanjutnya, Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 juga menentukan adanya asas-asas yang harus terkandung dalam materi muatan setiap Peraturan Perundang-undangan. Asas-asas yang dimaksud adalah asas:
1. Pengayoman
            Asas “pengayoman” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
2. Kemanusiaan
            Asas “kemanusiaan” yaitu bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara profesional.
3 Kebangsaan
            Asas “kebangsaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
4.    Kekeluargaan
Asas kekeluargaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminakn musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.[11]
5.    Kenusantaraan
Asas “kenusantaraan”, yaitu bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memerhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan meteri muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.[12]
6. Bhinneka tunggal ika
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus memerhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[13]
7. Keadilan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
8. Kesaman kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Bahwa setiap materi muatan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau, status sosial.
9. Ketertiban dan kepastian hukum
Bahwa setiap materi perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
10. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan bangsa dan negara.

Sedangkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, yaitu:
1. Undang-Undang Dasar;
2. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peratura Presiden;
5. Peraturan Daerah.
            Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011, kekuatan hukum Peraturan Perundang-Undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Istilah muatan Undang-undang ini pertama kali diperkenalkan oleh A. Hamid Attamimi, dalam Majalah hukum dan pembangunan No. 3 Tahun ke-IX, Mei 1979, sebagai terjemahan dari ‘het eigenaardig onderwerp der wet’.[14]
A Hamid Attamimi berpendapat bahwa materi muatann Undang-Undang Indonesia merupakan hal yang penting untuk kita teliti dan kita cari, oleh karena pembentukan Undang-undang suatu Negara bergantung pada cita Negara dan teori bernegara yang dianutnya, pada kedaulatan dan pembagian kekuasaan dalam negaranya pada sistem pemerintahan negara yang diselenggarakannya.[15]
            Sedangkan asas pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang baik dirumuskan juga dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan khususnya Pasal 5 dan Pasal 6 yang meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentukm yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan.
            Dalam Pasal 6 (1) meliputi pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan /atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
B. Kritik & Saran
Demikianlah makalah ini kami buat semaksimal pengetahuan kami dan informasi yang kami dapat. Kami menyadari masih banyak kekurangan, untuk itu kami mohon kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini agar lebih bermanfaat dan sebagai bahan pembelajaran kedepannya. Amin ya rabbal ‘alamin.


DAFTAR PUSTAKA


Asshiddiqie, Jimly. Perihal Undang-Undang, Jakarta: Raja Gryafindo Persada,2011
Farida, Maria, Ilmu Perundang-Undangan, Yogyakarta: Kanisius, 2007
Hamidi, Jazim dan Budiman, Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam Sorotan, Jakarta: Tatanusa, 2005
Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011
                      Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2004 Tentang  Pembentukan Peraturan Undangan-Undangan, Jakarta: CV. Eko Jaya, 2004
                      Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Undangan-Undangan, 2011
 




[1] Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan, hal. 234
[2] Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan, hal. 236
[3] Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan, hal. 238
[4] Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan, hal. 243

[5] Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan, hal. 244

[6] Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan, hal. 250
[7] Jazim Hamidi dan Budiman N.P.D. Sinaga, hal. 40
[8]A. Hamid S. Attamimi, Ilmu Perundang-Undangan, hal. 258
[9]Jazim Hamidi dan Budiman N.P.D. Sinaga, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam Sorotan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan , hal. 40
[10]A. Hamid S. Attamimi, Ilmu Perundang-Undangan, hal. 258
[11]Jazim Hamidi dan Budiman N.P.D. Sinaga, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam Sorotan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan , hal. 43

[12]Jazim Hamidi dan Budiman N.P.D. Sinaga, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam Sorotan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan , hal. 43
[13]Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan, hal. 260
[14] A. Hamid S. Attamimi, Ilmu Perundang-Undangan, hal. 234
[15] A. Hamid S. Attamimi, Ilmu Perundang-Undangan, hal. 235

2 Responses to "Materi Muatan dan Asas-asas Peraturan Perundang-Undangan"

  1. Lucky Club | Casino Site | Live Casino UK
    Lucky Club is the casino platform that allows you to enjoy all the amazing slots and table games you have to offer at luckyclub.live our casino! Join now and enjoy our

    ReplyDelete