Larangan NIkah | Tugas Kuliah

Larangan NIkah

A.     MAHRAM MUABBAD
1.      Larangan Nikah (Wanita yang Haram Dinikahi) Karena Pertalian Nasab
-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perpuan dari saudara-saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu,... “ (QS. An-Nisa’ [4]:23)
            Berdasarkan ayat tersebut, wanita-wanita yang haram dinikahi selamanya (mahram muabbad) karena pertalian nasab adalah:
1.      Ibu, perempan yang ada hubungan darah dalam garis keturunan garis keatas,  yaitu ibu, nenek, (baik dari pihak ayah maupun pihak ibu dan seterusnya keatas);
2.      Anak perempuan, wanita yang mempunyai hubungan darah garis lurus ke bawah, yaitu anak perempuan, cucu perempuan, baik dari anak laki-laki maupun perempuan dan seterusnya ke bawah;
3.      Saudara perempuan, baik seayah seibu, seayah, seibu;
4.      Bibi: Saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara sekandung ayah atau seibu dan seterusnya  ke atas;
5.      Kemenakan (keponakan) perempuan, yaitu anak perempuan saudara laki-laki atau perempuan dan seterusnya ke bawah.

2.      Larangan Kawin (Wanita yang Haram Dinikahi) Karena Hubungan Sesusuan
Larangan kawin karena hubungan sesusuan berdasarkan pada lanjutan Surat An-Nisa’ ayat 23 di atas:.
“...Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu yang menyusuimu, dan saudara-saudara perempuan sepersusuan...: (QS. An-Nisa’ [4]:23)
Menurut riwayat Abu Daud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah dari Aisyah, keharaman karena sesusuan ini diterangkan dalam hadis:
عن عائشة رضي الله عنه قالت: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: يحرم من الرضعة ما يحرم من النسبز (رواه البخارى و مسلم و ابو داود و النسائى و ابن ماجه).
" Dari Aisyah r.a, berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Diharamkan karena ada hubungan susuan apa yang diharamkan karena ada hubungan nasab.” (HR Bukhari dan Muslim, Abu Daud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Jika diperinci hubungan sesusuan yang diharamkan adalah:
1.      Ibu susuan, yaitu ibu yang menyusui, maksudnya seorang ibu yang pernah menyusui seorang anak, dipandang sebagai ibu bagi anak yang disusui itu sehingga haram melakukan perkawinan;
2.      Nenek sesusuan, yaitu ibu dari yang pernah menyusui atau ibu dari suami yang menyusui itu, suami dari ibu yang menyusui itu;
3.      Bibi susuan, yaitu saudara permpuan ibu susuan atau saudara perempuan suami ibu susuan dan seterusnya ke atas;
4.      Kenenekan susuan perempuan, yakni anak perempuan dari saudara ibu susuan;
5.      Saudara susuan perempuan, baik saudara seayah kandung maupun ibu saja.
Sebagai tambahan, penjelasan sekitar susuan ini dapat dikemukakan berapa hal:
1.      Susuan yang mengakibatkan keharaman perkawinan adalah susuan yang diberikan kepada anak yang memang masih memperoleh makanan dari air susu.
2.      Mengenai berapa kali seorang ibu bayi menyusui pada seorang ibu yang menimbulkan keharaman perkawinan seperti keharaman hubungan nasab sebagaimana tersebut dalam hadis di atas, dengan melihat dalil yang kuat, ialaha yang tidak dibatasi jumlahnya, asal seorang bayi telah menyusu dan kenyang pada perempuan itu menyebabkan keharaman perkawinan. Demikian pendapat Hanafi dan Maliki. Menurut Syafi’i, sekurang-kurangnya lima kali susuan dan mengenyangkan. Adapun pendapat Tsaur Abu Ubaid, Daud Ibnu Ali Al-Zahiriy dan Ibnu Muzakkir, setidaknya tiga kali susuan yang mengenyangkan.

3.      Wanita yang Haram Dinikahi Karena Hubungan Mushaharah (Pertalian Kerabat Semenda)
Keharaman ini desebabkan dalam lanjutan Surat An-Nisa’ ayat 23:
àM»yg¨Bé&ur... öNä3ͬ!$|¡ÎS ãNà6ç6Í´¯»t/uur ÓÉL»©9$# Îû Nà2Íqàfãm `ÏiB ãNä3ͬ!$|¡ÎpS ÓÉL»©9$# OçFù=yzyŠ £`ÎgÎ/ bÎ*sù öN©9 (#qçRqä3s? OçFù=yzyŠ  ÆÎgÎ/ Ÿxsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ ã@Í´¯»n=ymur ãNà6ͬ!$oYö/r& tûïÉ©9$# ô`ÏB öNà6Î7»n=ô¹r& ...
“...(dan diharamkan bagimu) ibu-ibu istrimu,  anak-anak dari istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya,(dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu...” (QS. An-Nisa’[4]:23)
            Jika diperinci adalah sebagai berikut:
1.      Mertua perempuan, nenek perempuan istri dan seterusnya ke atas, baik dari garis ayah atau ibu;
2.      Anak tiri, dengan syarat jika telah terjadi hubungan kelamin antara suami dan ibu anak tersebut;
3.      Menantu, yaitu istri anak, istri cucu, dan seterusnya ke bawah;
4.      Ibu tiri, yakni bekas istri ayah, untul ini tidak disyaratkan haru adanya hubungan seksual antara ayah dan ibu.

4.      Wanita yang Haram Dinikahi Karena Sumpah Li’an
Seorang suami yang menuduh istrinya berzina, sedangkan ia tidak dapat menghadirkan empat orang saksi, maka suami harus bersumpah empat kali dan diteruskan sumpah yang kelima dengan menambahkan bahwa ia siap dilaknat Allah apabila tuduhannya itu dusta. Sumpah demikian itu disebut sumpah Li’an. Dengan sumpah itu, maka terputuslah hubungan perkawinan untuk selamanya.

B.     MAHRAM MUAQQAD
a.      Wanita yang Haram Dinikahi Tidak untuk Selamanya
Wanita-wanita yang haram dinikahi tidak untuk selamanya adalah sebagai berikut:
1.      Dua perempuan bersaudara haram dikawini oleh seorang laki-laki dalam waktu yang bersamaan; maksudnya mereka haram dimadu dalam waktu yang bersamaan;
Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisa’ ayat 23:
   
“...(dan diharamkan atasmu) menghimpun (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa’[4]:23”
2.      Wanita yang terikat perkawinan dengan laki-laki lain;
3.      Wanita yang sedang dalam masa iddah;
4.      Wanita yang ditalak tiga haram kawin lagi dengan bekas suamnya, kecuali kalau sudah kawin lagi dengan orang lain dan telah bercampur serta cerai dan habis masa idahnya;
5.      Wanita yang sedang melakukan ihram.

C.     LARANGAN KAWIN DALAM KHI
Dalam Kompilasi Hukum Islam, larangan seperti di atas dijelaskan secara rinci dalam bab IV:
Pasal 39
            Dilangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan;
1.      Karena pertalian nasab:
a.       Dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya.
b.      Dengan seorang wanita  keturunan ayah.
c.       Dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya.
2.      Karena pertalian kerabat semenda;
a.       Dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas idtrinya.
b.      Dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya.
c.       Dengan seorang wnaita bekas istrinya itu qabla al-dukhul; dan
d.      Dengan seorang wanita bekas istri keturunannya.
3.      Karena pertalian sesusuan:
a.       Dengan wanita yang menyesuaikan dan seterusnya menurut garis lurus ke atas.
b.      Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah.
c.       Dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke bawah.
d.      Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas.
e.       Dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunnya.

Pasal 40
            Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu:
1.      Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan peria lain.
2.      Seowang wanita yang masih berada dalam masa idah dengan pria lain. Dan
3.      Seorang wanita yang tidak beragama Islam.

Pasal 41
1.      Seorang pria dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan istrinya:
a.       Saudara kandung, seayah atau seibu serta keturunannya.
b.      Wanita dengan bibinya atau kemenakannya.
2.      Larangan tersebut pada ayat (1) tetp berlaku meskipun istri-istrinya telah ditalak raj’i, tetapi masih dalam masa idah.



Pasal 42
            Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai empat istri, yang keempat masih terikat tali perkawinan atau masih dalam idah talak raj’i, ataupun salahn seorang di antara mereka masih terikat tali perkawinan sedangkan yang lainnya dalam masa idah talak raj’i.

Pasal 43
1.      Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria:
a.       Dengan seorang wanita bekas istrinya ditalak tiga kali.
b.      Denagn seorang wanita bekas istrinya yang dili’an.
2.      Larangan tersebut pada ayat (1) huruf a gugur, kalau bekas istrinya telah kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba’da dukhul dan habis masa idahnya.

Pasal 44
            Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan pria yang tidak beragama Islam.
           

Adlul Alghofiqi             1112044100006














0 Response to "Larangan NIkah"

Post a Comment